Hak Asasi Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum Dalam Penjara
Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum berbeda dengan orang dewasa dimata hukum.
Ilustrasi |
Dewasa ini, banyak anak yang berhadapan dengan hukum. Baik sebagai pelaku kejahatan ataupun korban dari kejahatan maupun yang menjadi saksi. Sebagai korban dari kejahatan, proses hukum mengharuskan mereka berhadapan dengan hukum. hal ini adalah fakta yang menyakitkan bagi anak. Tidak saja rutinitas sidang yang membosankan, akan tetapi juga akan berdampak besar secara psikologis bagi anak.
Pengaturan mengenai anak terdapat berbagai macam yang tersebar dalam Undang-undang. Sebagai contoh, dalam kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer), untuk disebut sebagai anak adalah dia yang berumur kurang dari 21 tahun (Passal 33o). Sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, usia anak-anak adalah mereka yang berumur kurang dari 19 tahun (untuk laki-laki) dan 16 tahun (untuk perempuan). Sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, batas usia untuk disebut sebagai anak adalah 18 tahun (Pasal 1(1)). Sedangkan pasal 1 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak disebutkan bahwa anak adalah seseorang yang belum berumur 18 tahun.
Perbedaan antara Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak adalah: Undang-Undang Perlindungan Anak yang mengatur tentang hal ikhwal anak sebagai korban. Sedangkan Undang-Undang Peradilan Anak mengatur tentang hal ikhwal anak sebagai pelaku kejahatan.
Sebagai lex specialist, acuan umur sebagaimana dimaksudkan dalam Undang-Undang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Peradilan Anak akan menentukan proses beracara dan pengenaan hukuman. Apabila sebagai korban, maka ketentuan hukum yang dipakai adalah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002. Sedangkan apabila anak sebagai pelaku, maka Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak yang akan dipergunakan sebagai dasar hukum.
Bagi Negara (dalam hal ini diwakili oleh aparatur penegak hukum), memproses secara hukum anak-anak adalah berada dalam persimpangan. Konsideran menimbang pada kedua Undang-Undang mengharuskan aparatur penegak hukum untuk mempertimbangkan semua aspek sebelum pengenaan aturan dijalankan. Meneruskan kasus sampai dengan pengadilan akan berdampak sebagaimana telah digambarkan dalam alinea pertama tulisan ini, akan tetapi tidak meneruskan kasus sampai pengadilan juga harus bertanggung jawab terhadap korban dari tindak pidana yang telah dilakukannya. Masa depan mereka akan sangat dipengaruhi oleh sebuah pilihan untuk memproses atau tidak memproses tindak pidana pelanggaran ataupun kejahatan yang telah terjadi.
Perbedaan antara Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak adalah: Undang-Undang Perlindungan Anak yang mengatur tentang hal ikhwal anak sebagai korban. Sedangkan Undang-Undang Peradilan Anak mengatur tentang hal ikhwal anak sebagai pelaku kejahatan.
Sebagai lex specialist, acuan umur sebagaimana dimaksudkan dalam Undang-Undang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Peradilan Anak akan menentukan proses beracara dan pengenaan hukuman. Apabila sebagai korban, maka ketentuan hukum yang dipakai adalah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002. Sedangkan apabila anak sebagai pelaku, maka Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak yang akan dipergunakan sebagai dasar hukum.
Bagi Negara (dalam hal ini diwakili oleh aparatur penegak hukum), memproses secara hukum anak-anak adalah berada dalam persimpangan. Konsideran menimbang pada kedua Undang-Undang mengharuskan aparatur penegak hukum untuk mempertimbangkan semua aspek sebelum pengenaan aturan dijalankan. Meneruskan kasus sampai dengan pengadilan akan berdampak sebagaimana telah digambarkan dalam alinea pertama tulisan ini, akan tetapi tidak meneruskan kasus sampai pengadilan juga harus bertanggung jawab terhadap korban dari tindak pidana yang telah dilakukannya. Masa depan mereka akan sangat dipengaruhi oleh sebuah pilihan untuk memproses atau tidak memproses tindak pidana pelanggaran ataupun kejahatan yang telah terjadi.
Hak Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum berbeda dengan orang dewasa yang melakukan tindakan pidana.
Saat ini, anak berhadapan dengan hukum di Solo dan berbagai kota di Indonesia marak terjadi. Berbagai tindak pidana seperti pencurian, pemerasan, perkelahian, perkosaan, dll terjadi di berbagai kota di seluruh Indonesia. Aparatur penegak hukum sebagian telah memberikan perhatian dengan adanya petugas khusus yang menangani persoalan anak. Akan tetapi, ketika putusan dari pengadilan menyatakan bahwa anak harus ,emjalani masa tahanan di Rumah Tahanan Negara, maka akan mengalami satu fase dimana dirinya tidak lagi bebas untuk kemana saja. Apalagi, tidak semua Kabupaten/Kota telah mempunyai Rumah Tahanan Negara khusus untuk anak. Bahkan, dalam Rumah Tahanan Negara sering dijumpai masalah-masalah sebagai berikut:
- Belum adanya Rumah Tahanan Negara khusus anak di tiap kabupaten di Indonesia.
- Hampir di semua Rumah Tahanan Negara di Indonesia mengalami kelebihan muatan atau daya tampung. Hal ini menyebabkan kelebihan kapasitas setiap selnya.
- Anak berhadapan dengan hukum ditempatkan dalam sel yang berbeda tapi berdekatan dengan ruangan yang para pelaku kejahatan usia dewasa.
- Kebersihan dari Rumah Tahanan Negara juga tidak sepenuhnya terjaga.
- Sewaktu siang dan saatnya untuk berjemur atau melakukan aktivitas diluar sel, anak yang berhadapan dengan hukum berbaur menjadi satu dengan para narapidana.
- Sewaktu mendapatkan jatah makan, anak-anak mendapatkan menu yang sama dengan narapidana dewasa sehingga secara gizi kurang memenuhi.
0 comments:
Post a Comment