Pages

Friday, September 26, 2014

Adakah Hak Asasi ABH Yang Berada Dalam Penjara? (part 2)

Perlindungan Anak dan Peradilan Anak

Peradilan Anak dan Perlindungan Anak merupakan dua hal yang berbeda tetapi memiliki tujuan yang sama. Kedua hal tersebut untuk memberikan hak kepada anak-anak yang notabene berbeda dengan orang dewasa. 

Hak Anak
Children of War by Leon Pessler
Anak berada dalam posisi yang rawan ketika terjadi konflik atau peristiwa lainnya. Dalam peperangan, perbudakan, atau peristiwa lainnya, anak seringkali dipergunakan sebagai tameng hidup atau dipekerjakan untuk menekan biaya. Pengalaman Eglantyne Jebb dalam perang dunia I di Semenanjung Balkan sewaktu menjadi sebagai Tenaga Medis Penolong telah mendorong dia tentang perlunya tindakan yang berkesinambungan guna melindungi kepentingan anak. Deklarasi Jenewa tahun 1924 menyatakan bawa laki-laki dan perempuan dari segala bangsa menerima kewajiban yang menuntut bahwa anak-anak harus diberikan sarana yang perlu untuk perkembangannya yang normal, baik secara materi maupun spiritual. Dalam mukadimahnya dinyatakan bahwa umat manusia berkewajiban memberikan kepada anak-anak apa yang terbaik yang dapat diberikannya.

Dalam perkembangannya kemudian, muncul beberapa deklarasi lain sehubungan dengan hak asai anak, yaitu:
  1. Konvensi tentang Hak-Hak Anak yang disetujui dalam sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa tanggal 20 November 1989.
  2. Konvensi International Labour Organization (ILO) nomor 182 mengenai pelarangan dan tindakan segera penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak. Di Indonesia konvensi ini diratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 1 tahun 2000 tentang Pengesahan Konvensi International Labour Organization (ILO) nomor 182 mengenai pelarangan dan tindakan segera penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak.
  3. Konvensi International Labour Organization (ILO) nomor 138 mengenai usia minimum untuk diperbolehkan bekerja. Di Indonesia, konvensi ini siratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1999 tentang Pengesahan Konvensi International Labour Organization (ILO) nomor 138 mengenai usia minimum untuk diperbolehkan bekerja.
  4. Konvensi menentang penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat manusia. Di Indonesia, konvensi ini diratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998 tentang pengesahan konvensi menentang penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawai atau merendahkan martabat manusia.
Di Indonesia, instrumen hukum perlindungan terhadap anak tersebar dalam beberapa peraturan. Beberapa instrumen hukum tersebut antara lain: Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang pengadilan anak, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang kesejahteraan anak, Keppres nomor 77 tahub 2003 tentang pembentukan komisi perlindungan anak Indonesia. Sedangkan payung hukum terhadap pengakuan hak asasi manusia terdapat pada ketetapan majelis permusyawaratan rakyat nomor XVII/1998.

Dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang pengadilan anak terdapat prinsip dasar yang harus dilaksanakan, yakni: Prinsip Non Diskriminasi, Kepentingan terbaik bagi anak, hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan anak. Serta prinsip penghargaan terhadap pendapat anak. Yang dimaksud dengan asas kepentingan terbaik bagi anak adalah bahwa dalam semua tindakan yang menyangkut anak yang dilakukan oleh pemerintah, masyarakat, badan legislatif dan badan yudikatif, maka kepentingan yang terbaik bagi anak harus menjadi pertimbangan utama.


Peradilan dan Perlindungan Anak
Anak membutuhkan Peradilan dan Perlindungan yang layak
Dalam pasal 37 d Konvensi Hak Anak disebutkan bahwa: setiap anak yang dirampas kebebasannnya harus diperlakukan secara manusiawi dan menghormati martabat manusia yang melekat dan dalam suatu cara dan mengingat akan kebutuhan-kebutuhan orang pada umumnya. Terutama setiap anak yang dirampas kebebasannya harus dipisahkan dari orang dewasa, kecuali penempatannya itu dianggap demi kepentingan si anak dan harus mempunyai hak untuk mempertahankan kontak dengan keluarga melalui surat meneyurat dan kunjungan, kecuali dalam keadaan-keadaan yang luar biasa. Khusus mengenai anak yang dirampas kebebasannya, setiap anak berhak untuk:
  1. Mendapatkan perlakukan secara manusiawi dan penempatannya dipisahkan dari orang dewasa.
  2. Memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku.
  3. Membela diri dan memperoleh keadilan di depan pengadilan anak yang obyektif dan tidak memihak dalam sidang yang tertutup untuk umum.
  4. Untuk anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual atau yang berhadapan dengan hukum, berhak untuk dirahasiakan. (Pasal 17 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak). 
Persoalan dimulai ketika menginjakkan kaki di lembaga permasyarakatan. Kemudahan akses bertemu dengan anak, akan disamakan dengan akses bertemu dengan orang dewasa. Hal ini berdampak akan menyulitkan pembesuk untuk bertemu dengan anak. Setidaknya, lamanya waktu untuk menunggu akan bertambah. Kedua, sewaktu di[anggil keluar, anak biasanya akan melewati beberapa blok yang dijaga oleh orang dewasa. Ketiga, tempat besuk yang dijadikan satu dengan para narapidana dewasa juga menimbulkan ketidaknyamanan tersendiri.

Faktor kedua adalah aktivitas keseharian mereka. Di dalam lembaga permasyarakatan, aktivitas anak sangat terbatas dan dibatasi oleh tembok-tembok. Interaksi anak tidak hanya dengan sebayanya atau dengan petugas, akan tetapi juga dengan narapidana dewasa. Apalagi pada waktu istirahat, mereka akan bersama-sama berbaur dengan kelompok dewasa. Apalagi dengan adanya pengelompokan narapidana dewasa, sekedar berbicara atau dekat dengan salah satu kelompok berarti akan menciptakan ketegangan yang dapat saja berujung dengan konflik.

Faktor ketiga adalah kesehatan, higinisitas dan kandungan gizi makanan. Beban kapasitas yang melebihi ketentuan dengan ketersediaan anggaran dari pusat, pilihan untuk mengurangi porsi atau mengurangi kualitas makanan adalah pilihan yang burutk tetapi tidak dapat dihindari. Pengistimewaan kualitas makanan bagi anak juga akan menambah beban kerja dan lebih menambaha anggaran sehingga kecil kemungkinan dapat dilaksanakan. Pengurangan kualitas makanan akan berdampak pada kesehatan di masa pertumbuhan anak. Belum lagi pada masa itu adalah masa dimana anak semestinya berada di sekolah.

Faktor keempat adalah petugas yang seringkali tidak mendapatkan pelatihan khusus dalam mengurus anak. Tidak dibekalinya secara khusus petugas akan mengakibatkan perlakuan yang menyamakan narapidana dewasa dengan anak.

0 comments:

Post a Comment