Pages

Tuesday, August 12, 2014

Kegiatan Penyuluhan Hukum Mengenai Sistem Peradilan Pidana Anak

Pada hari rabu, 23 Juli 2014 yang lalu, salah satu staff ATMA mengisi kegiatan penyuluhan hukum di Balai Rt 05 Rw XIII, Kelurahan Nusukan, Surakarta. Penanggung jawab kegiatan adalah Adi C. Kristiyanto, SH, dengan topik kegiatan mengenal sistem peradilan pidana anak.

Adi_Penyuluhan
Adi C Kristiyanto menjadi pembicara di penyuluhan mengenal sistem peradilan anak

Mengapa perlu mengenal sistem peradilan anak?

Anak-anak merupakan generasi penerus bangsa, yang sangat dibutuhkan bagi kemajuan bagi bangsa Indonesia. Maka hak-hak anak perlu diberi perhatian lebih, agar mereka dapat lebih berkembang. Anak-anak terkadang tidak dapat membedakan antara yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Kenakalan anak-anak lebih sering karena mereka disuruh oleh orang yang lebih besar ataupun hanya sekedar ikut-ikutan, sehingga tidak menutup kemungkinan mereka melakukan tindakan yang melanggar hukum. Maka anak yang berhadapan dengan hukum juga perlu diperhatikan hak-haknya.

Indonesia merupakan Negara yang telah meratifikasi dan mengadopsi prinsip-prinsip dalam konvensi hak-hak anak (Convention on the Rights of the Child), berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tentang pengesahan Convention on the Rights of the Child. Pada tatanan hukum acara yang mengatur tentang sistem peradilan anak, prinsip-prinsip yang telah diatur dalam konvensi tersebut (prinsip non diskriminasi, prinsip kepentingan terbaik bagi anak (best interest for children), prinsip atas hak hidup, keberlangsungan dan perkembangan serta prinsip atas penghargaan terhadap pendapat anak) telah terdapat dalam Undang-Undang No 3 Tahun 1997 tentang peradilan anak. UU No 3/97 telah menjadi dasar proses pemeriksaan terhadap anak yang terkena masalah pidana. Akan tetapi sekarang UU tersebut dirasakan tidak memenuhi prinsip-prinsip yang ada pada konvensi hak anak. 

Oleh karena itu, pemerintah Indonesia memperbarui sistem peradilan pidana anak dengan mengganti UU No 3/97 dengan Undang-Undang No 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA). Perbedaan yang ada adalah UU yang baru lebih menekankan pada Keadilan Restoratif dan Diversi untuk menghindari stigmatisasi terhadap anak yang berhadapan dengan hukum dan diharapkan anak-anak dapat kembali ke dalam lingkungan sosial secara wajar. Sehingga kedepannya anak tersebut tidak tetap berada dalam dunia kriminal, karena adanya perubahan cara pandang masyarakat terhadap dirinya. Yang semula menganggap anak-anak yang terkait tindak pidana merupakan kriminal, sekarang berusaha tetap menerima dengan harapan anak tersebut dapat berubah. 

UU No 11 Tahun 2012 disahkan pada tanggal 30 Juli 2012, dan akan mulai berlaku setelah dua tahun terhitung sejak tanggal disahkan, yaitu pada 31 Juli 2014. Sebagai persiapan dalam menyambut berlakunya UU SPPA ini, maka diadakan kegiatan penyuluhan hukum tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Penyuluhan SPPA
Suasana kegiatan penyuluhan

Materi yang diberikan

Materi yang diberikan kepada peserta:
1. Latar belakang dibentuknya Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang SPPA
2. Alasan Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 dirubah
3. Ruang lingkup UU No 11 Tahun 2012
4. Asas dan prinsip SPPA
5. Diversi dan Restorative Justice

0 comments:

Post a Comment